Jakarta (ANTARA News) – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menandatangani Peraturan Presiden No.70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Dalam Perpres 70 tahun 2012 ini mencakup berbagai perubahan kebijakan yang secara signifikan berpengaruh terhadap pengadaan barang/jasa pemerintah (PB/JP), penyerapan anggaran negara, dan pencegahan korupsi dalam PB/JP,” kata Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Agus Rahardjo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Menurut Agus, sebelumnya tercatat Perubahan Pertama atas Perpres 54 Tahun 2010 telah dilakukan tahun lalu dengan diterbitkannya Perpres No.35 Tahun 2011 yang mencakup penambahan kriteria Penunjukan Langsung (PL) untuk pekerjaan jasa konsultan hukum (advokat) dan arbiter yang mendesak dan tidak bisa direncanakan terlebih dahulu.
Selain itu, lanjutnya, perubahan yang tertuang dalam Perpres 70 tahun 2012 ini bertujuan menghilangkan bottlenecking dan multi tafsir yang membuat penyerapan anggaran terlambat dan memperjelas arah reformasi kebijakan pengadaan.
Perubahan yang ada dalam Perpres tersebut antara lain, Pertama, dalam rangka percepatan penyerapan anggaran, dibuat ketentuan baru tentang :
- Kewajiban setiap K/L/D/I membuat rencana umum pengadaan dan rencana penarikan
- Kewajiban melaksanakan pengadaan di awal tahun anggaran sebelum Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)/ Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
- Memperluas penggunaan e-katalog untuk barang-barang yang spesifikasi dan harganya jelas di pasaran, seperti obat, alat kesehatan, alat pertanian, alat berat, bibit padi/jagung, dan sejenisnya. Saat ini LKPP telah membuat e-katalog untuk kendaraan bermotor.
- Menaikkan nilai pengadaan langsung untuk barang/ pekerjaan konstruksi/ jasa lainnya sampai dengan Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), yang semula Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah). Menaikan nilai pelelangan sederhana untuk barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) yang semula Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
- Hasil pengadaan langsung harus diumumkan di website masing-masing K/L/D/I untuk mencegah terjadinya penyimpangan.
- Penambahan metode pelelangan terbatas untuk pengadaan barang.
- Mengubah persyaratan konsultan internasional.
- Pengecualian persyaratan sertifikat keahlian untuk PPK yang dijabat Eselon II keatas atau dijabat oleh PA/KPA apabila tidak ada pejabat yang memenuhi persyaratan bersertifikat.
- Memperpendek waktu pelelangan sederhana menjadi paling kurang 12 hari kerja semula 14 hari kerja.
- Pendelegasian menjawab sanggah banding dari Pimpinan K/L/D/I ke pejabat Eselon I/II.
- Menaikan jaminan sanggah banding semula 2 0/00 (dua per seribu) maksimum Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) menjadi 1% dari nilai HPS.
- Mengubah besaran uang muka kontrak tahun jamak maksimum sebesar 20% dari nilai kontrak dan harus menyusun rencana penggunaan uang muka.
- Penghapusan larangan bagi Peserta yang terafiliasi.
Kedua, dalam rangka memperjelas dan menghilangkan ketentuan yang multi tafsir, yaitu :
- Memperjelas keberadaan ULP di Daerah adalah 1 ULP untuk 1 provinsi/kabupaten/kota;
- Memperjelas tugas dan kewenangan Ketua dan Pokja ULP (penanggung jawab proses pemilihan adalah Pokja ULP).
- Memperjelas adanya penyetaraan teknis untuk pelelangan dengan metoda dua tahap.
- Memperjelas bahwa yang berhak menyanggah adalah peserta yang memasukan penawaran.
“Dengan perubahan ini, diharapkan percepatan penyerapan anggaran dapat terlaksana dan makin berkurangnya penyimpangan dalam proses pengadaan barang/jasa,” kata Agus.
Ditambahkannya, saat ini LKPP juga tengah menyiapkan RUU Pengadaan barang/Jasa Publik dengan tujuan memberikan kepastian hukum, mewujudkan good governance, terciptanya iklim usaha yang sehat, serta optimalisasi pelayanan publik dalam bidang pengadaan barang dan jasa.
Sumber : Majalah Antara dan Heldi.net
0 komentar:
Posting Komentar