Minggu, 17 Februari 2013

Beda : Guarantee dan Warranty


Dalam kelas pelatihan barang/jasa sering menemukan kesalahpahaman peserta terhadap istilah sertifikat garansi. Hal ini kemudian berdampak pada efektifitas pencapaian kualitas barang yang didapatkan pemerintah dari pengadaan barang/jasa.
Perpres 54/2010 memberikan porsi tersendiri soal sertifikat garansi sebagai bagian dari proses dalam cara pengadaan melalui penyedia barang/jasa. Tepatnya pada Bagian Kesembilan yang berisi satu pasal, yaitu pasal 72 :
1.   Dalam Pengadaan Barang modal, Penyedia Barang menyerahkanSertifikat Garansi.
2.   Sertifikat Garansi diberikan terhadap kelaikan penggunaan Baranghingga jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan dalam Kontrak.
3.   Sertifikat Garansi diterbitkan oleh Produsen atau pihak yang ditunjuk secara sah oleh Produsen.

Dalam tulisan singkat ini saya hanya mencoba mengembalikan pada definisi umum tentang garansi. Sertifikat menurut Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah surat keterangan (pernyataan) tertulis atau tercetak dari orang yg berwenang yg dapat digunakan sbg bukti pemilikan atau suatu kejadian. Sementara untuk garansi hanya disebutkan sebagai jaminan.

Hal ini sebenarnya selaras dengan penjelasan pasal 67 ayat 2 tentang jaminan dalam pengadaan barang/jasa. Bunyi tepatnya menyebutkan Terhadap Pengadaan Barang tidak diperlukan Jaminan Pemeliharaan namun harus memberikan Sertifikat Garansi. Jadi garansi adalah jaminan pemeliharaan atas barang.

Dalam dunia penjaminan untuk barang dikenal istilah Guarantee dan Warranty. Dalam kamus Inggris dan bahasa ala mbah google Guarantee ditranslate sebagai Jaminan. Sedangkan Warranty ditranslate dengan garansi. Sementara dalam KBBI hanya dikenal kata garansi dengan arti seperti dijelaskan sebelumnya. Disinilah kemudian letak kerancuan ini bermula.

Guarantee adalah jaminan kualitas dari penjual atau produsen atau pabrikan atas barang/jasa yang dijual. Apabila pembeli tidak puas atau jika barang/jasa tidak sesuai dengan yang diperjanjikan dalam masa tertentu maka penjual setuju untuk mengganti atau mengembalikan uang pembeli.
Dalam pengertian ini Guarantee bersifat menyeluruh dimana opsi yang diberikan oleh penyedia atas tidak tercapainya kualitas barang hanya duamengganti barang atau uang kembali.

Warranty adalah jaminan perbaikan dan penggantian item atau bagian barang/jasa. Apabila pembeli tidak puas atau jika barang/jasa tidak sesuai dengan yang diperjanjikan dalam masa tertentu maka penjual setuju untuk memperbaiki dengan mengganti item atau bagian yang rusak.
Dalam pengertian ini Warranty bersifat parsial dan bisa disebutkan bagian dari Guarantee. Opsi yang diberikan oleh penyedia terhadap tidak tercapainya kualitas barang akibat kerusakan salah satu bagian barang adalah hanya penggantian bagian yang rusak saja.
Selain perbedaan diatas ada beberapa hal lagi yang membedakan antara guarantee dan warranty yaitu :
1.   Guarantee selalu tidak dibebankan pada harga jual barang/jasa karena diberikan oleh pabrikan. Sementara Warranty umumnya telah dibebankan pada harga jual. Semakin lama masa warranty maka harga barang juga akan semakin tinggi karena boleh dibilang warranty dijadikan indikator tingginya kualitas barang.
2.   Tidak seperti Guarantee yang diberikan oleh produsen/pabrikan, warranty biasanya disediakan oleh penjual retail atau distributor.

Apabila kita kaitkan dengan pasal 72 Perpres 54/2010 maka jaminan yang diminta adalah Guarantee. Hal ini terlihat jelas pada pernyataan ayat (3) bahwa Sertifikat Garansi diterbitkan oleh Produsen atau pihak yang ditunjuk secara sah oleh Produsen.
Apakah Warranty tidak diminta? Tentu saja warranty tetap harus diminta sebagai bagian dari kontrak. Karena bagaimanapun juga yang terikat perjanjian adalah penjual/penyedia dengan PPK, bukan PPK dengan pabrikan.
Maka jelas sekarang bahwa garansi adalah given dari pabrikan yang melekat pada barang yang dibuktikan dengan sertifikat. Sedangkan penyedia/penjual berkewajiban memberikan warranty atas item/bagian barang yang menjamin kualitas barang sesuai dengan yang diperjanjikan. Guarantee mengikat pada barang, warranty mengikat pada penyedia.
Yang keliru adalah ketika PPK merasa cukup hanya dengan warranty saja, akibatnya ketika barang rusak dalam waktu jaminan yang diperjanjikan hanya mendapatkan perbaikan bagian barang saja. Tanpa mendapatkan hak penggantian barang baru atau uang kembali.
Demikian semoga bermanfaat dalam kita memahami jaminan terkait barang yang dikehendaki oleh Perpres 54/2010.  Silakan dikoreksi jikalau ada hal yang keliru.

read more

Selasa, 12 Februari 2013

PEMBERDAYAAN, MORE THAN WORDS CAN SAY.


             Setali tiga uang dengan kata koordinasi, pemberdayaan lebih mudah terucap ketimbang terlihat wujudnya.  Setidaknya itu tergambar di lingkungan sekitar kita saat ini, bila dahulu gotong royong merupakan urat nadi kehidupan masyarakat Indonesia, kini gotong royong menjadi sebuah komoditas yang langka.  Barangkali pergeseran nilai telah terjadi, dimana informasi dan teknologi menjadi stimulannya. Namun disadari, lokomotif pembangunan bangsa ini tidak akan laju tanpa adanya peran serta masyarakatnya.  Di sinilah pemberdayaan masyarakat menjadi bagian penting dalam kerangka pembangunan indonesia sesungguhnya.

            Pemberdayaan masyarakat sejatinya bertujuan mengubah kondisi yang sebelumnya tidak berdaya menjadi memiliki kekuatan dan inisiatif untuk memperbaiki situasi yang tidak/kurang baik melalui proses interaksi sosial.  Gotong royong merupakan salah satu bentuk interaksi sosial  dimaksud.  Di situ tersirat nilai peran serta dari masyarakat pengusungnya melalui apa yang kita kenal dengan istilah swadaya, bisa berupa tenaga, uang, material dsb.  Tapi entah mengapa kita seakan kembali belajar bagaimana meraih keberdayaan masyarakat kita, bersusah payah mengajak peran serta masyarakat kita dalam pembangunan, menggalakkan kembali arti penting gotong royong, padahal konon itu merupakan ciri khas bangsa kita, dan ghalibnya lagi kita harus sampai berhutang kepada masyarakat internasional untuk mencapai itu semua, why?

            Seorang James Russell Lowell pernah berkata,”Not failure, but low aim, is crime” (tidak gagal, tapi tujuan dangkal, adalah kejahatan).  Pun pendahulu kita, Ki Hajar Dewantara juga pernah berujar, “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” (yang di depan memberi contoh, yang di tengah membangun kemauan, yang dibelakang mengikuti).  Harus diakui kita gagal menjaga nilai-nilai yang mengarah pada keberdayaan masyarakat, namun pertanyaanya sekarang adalah apakah cukup dengan merasa malu saja? Apakah belum puas kita menghujat diri kita sendiri? Apakah pemberdayaan masyarakat masih realistis dilaksanakan/masih mungkin terwujud?.  Bersyukur, saya menemukan jawaban itu dari buah pikir mereka berdua, bagaimana dengan Anda?    


read more