Minggu, 17 Februari 2013

Beda : Guarantee dan Warranty


Dalam kelas pelatihan barang/jasa sering menemukan kesalahpahaman peserta terhadap istilah sertifikat garansi. Hal ini kemudian berdampak pada efektifitas pencapaian kualitas barang yang didapatkan pemerintah dari pengadaan barang/jasa.
Perpres 54/2010 memberikan porsi tersendiri soal sertifikat garansi sebagai bagian dari proses dalam cara pengadaan melalui penyedia barang/jasa. Tepatnya pada Bagian Kesembilan yang berisi satu pasal, yaitu pasal 72 :
1.   Dalam Pengadaan Barang modal, Penyedia Barang menyerahkanSertifikat Garansi.
2.   Sertifikat Garansi diberikan terhadap kelaikan penggunaan Baranghingga jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan dalam Kontrak.
3.   Sertifikat Garansi diterbitkan oleh Produsen atau pihak yang ditunjuk secara sah oleh Produsen.

Dalam tulisan singkat ini saya hanya mencoba mengembalikan pada definisi umum tentang garansi. Sertifikat menurut Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah surat keterangan (pernyataan) tertulis atau tercetak dari orang yg berwenang yg dapat digunakan sbg bukti pemilikan atau suatu kejadian. Sementara untuk garansi hanya disebutkan sebagai jaminan.

Hal ini sebenarnya selaras dengan penjelasan pasal 67 ayat 2 tentang jaminan dalam pengadaan barang/jasa. Bunyi tepatnya menyebutkan Terhadap Pengadaan Barang tidak diperlukan Jaminan Pemeliharaan namun harus memberikan Sertifikat Garansi. Jadi garansi adalah jaminan pemeliharaan atas barang.

Dalam dunia penjaminan untuk barang dikenal istilah Guarantee dan Warranty. Dalam kamus Inggris dan bahasa ala mbah google Guarantee ditranslate sebagai Jaminan. Sedangkan Warranty ditranslate dengan garansi. Sementara dalam KBBI hanya dikenal kata garansi dengan arti seperti dijelaskan sebelumnya. Disinilah kemudian letak kerancuan ini bermula.

Guarantee adalah jaminan kualitas dari penjual atau produsen atau pabrikan atas barang/jasa yang dijual. Apabila pembeli tidak puas atau jika barang/jasa tidak sesuai dengan yang diperjanjikan dalam masa tertentu maka penjual setuju untuk mengganti atau mengembalikan uang pembeli.
Dalam pengertian ini Guarantee bersifat menyeluruh dimana opsi yang diberikan oleh penyedia atas tidak tercapainya kualitas barang hanya duamengganti barang atau uang kembali.

Warranty adalah jaminan perbaikan dan penggantian item atau bagian barang/jasa. Apabila pembeli tidak puas atau jika barang/jasa tidak sesuai dengan yang diperjanjikan dalam masa tertentu maka penjual setuju untuk memperbaiki dengan mengganti item atau bagian yang rusak.
Dalam pengertian ini Warranty bersifat parsial dan bisa disebutkan bagian dari Guarantee. Opsi yang diberikan oleh penyedia terhadap tidak tercapainya kualitas barang akibat kerusakan salah satu bagian barang adalah hanya penggantian bagian yang rusak saja.
Selain perbedaan diatas ada beberapa hal lagi yang membedakan antara guarantee dan warranty yaitu :
1.   Guarantee selalu tidak dibebankan pada harga jual barang/jasa karena diberikan oleh pabrikan. Sementara Warranty umumnya telah dibebankan pada harga jual. Semakin lama masa warranty maka harga barang juga akan semakin tinggi karena boleh dibilang warranty dijadikan indikator tingginya kualitas barang.
2.   Tidak seperti Guarantee yang diberikan oleh produsen/pabrikan, warranty biasanya disediakan oleh penjual retail atau distributor.

Apabila kita kaitkan dengan pasal 72 Perpres 54/2010 maka jaminan yang diminta adalah Guarantee. Hal ini terlihat jelas pada pernyataan ayat (3) bahwa Sertifikat Garansi diterbitkan oleh Produsen atau pihak yang ditunjuk secara sah oleh Produsen.
Apakah Warranty tidak diminta? Tentu saja warranty tetap harus diminta sebagai bagian dari kontrak. Karena bagaimanapun juga yang terikat perjanjian adalah penjual/penyedia dengan PPK, bukan PPK dengan pabrikan.
Maka jelas sekarang bahwa garansi adalah given dari pabrikan yang melekat pada barang yang dibuktikan dengan sertifikat. Sedangkan penyedia/penjual berkewajiban memberikan warranty atas item/bagian barang yang menjamin kualitas barang sesuai dengan yang diperjanjikan. Guarantee mengikat pada barang, warranty mengikat pada penyedia.
Yang keliru adalah ketika PPK merasa cukup hanya dengan warranty saja, akibatnya ketika barang rusak dalam waktu jaminan yang diperjanjikan hanya mendapatkan perbaikan bagian barang saja. Tanpa mendapatkan hak penggantian barang baru atau uang kembali.
Demikian semoga bermanfaat dalam kita memahami jaminan terkait barang yang dikehendaki oleh Perpres 54/2010.  Silakan dikoreksi jikalau ada hal yang keliru.

read more

Selasa, 12 Februari 2013

PEMBERDAYAAN, MORE THAN WORDS CAN SAY.


             Setali tiga uang dengan kata koordinasi, pemberdayaan lebih mudah terucap ketimbang terlihat wujudnya.  Setidaknya itu tergambar di lingkungan sekitar kita saat ini, bila dahulu gotong royong merupakan urat nadi kehidupan masyarakat Indonesia, kini gotong royong menjadi sebuah komoditas yang langka.  Barangkali pergeseran nilai telah terjadi, dimana informasi dan teknologi menjadi stimulannya. Namun disadari, lokomotif pembangunan bangsa ini tidak akan laju tanpa adanya peran serta masyarakatnya.  Di sinilah pemberdayaan masyarakat menjadi bagian penting dalam kerangka pembangunan indonesia sesungguhnya.

            Pemberdayaan masyarakat sejatinya bertujuan mengubah kondisi yang sebelumnya tidak berdaya menjadi memiliki kekuatan dan inisiatif untuk memperbaiki situasi yang tidak/kurang baik melalui proses interaksi sosial.  Gotong royong merupakan salah satu bentuk interaksi sosial  dimaksud.  Di situ tersirat nilai peran serta dari masyarakat pengusungnya melalui apa yang kita kenal dengan istilah swadaya, bisa berupa tenaga, uang, material dsb.  Tapi entah mengapa kita seakan kembali belajar bagaimana meraih keberdayaan masyarakat kita, bersusah payah mengajak peran serta masyarakat kita dalam pembangunan, menggalakkan kembali arti penting gotong royong, padahal konon itu merupakan ciri khas bangsa kita, dan ghalibnya lagi kita harus sampai berhutang kepada masyarakat internasional untuk mencapai itu semua, why?

            Seorang James Russell Lowell pernah berkata,”Not failure, but low aim, is crime” (tidak gagal, tapi tujuan dangkal, adalah kejahatan).  Pun pendahulu kita, Ki Hajar Dewantara juga pernah berujar, “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” (yang di depan memberi contoh, yang di tengah membangun kemauan, yang dibelakang mengikuti).  Harus diakui kita gagal menjaga nilai-nilai yang mengarah pada keberdayaan masyarakat, namun pertanyaanya sekarang adalah apakah cukup dengan merasa malu saja? Apakah belum puas kita menghujat diri kita sendiri? Apakah pemberdayaan masyarakat masih realistis dilaksanakan/masih mungkin terwujud?.  Bersyukur, saya menemukan jawaban itu dari buah pikir mereka berdua, bagaimana dengan Anda?    


read more

Senin, 24 September 2012

Kode Etik Ahli Pengadaan Barang Jasa Pemerintah



Kode Etik Ahli Pengadaan Indonesia merupakan pedoman profesional individu Ahli Pengadaan Indonesia yang bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan kegiatan pengadaan barang dan jasa yang meliputi perencanaan, analisis, penilaian, evaluasi, pengambilan keputusan, jasa pendampingan, jasa konsultasi dan jasa lain yang terkait.
Prinsip Dasar Kode Etik Ahli Pengadaan Indonesia adalah untuk menegakkan integritas, kehormatan dan martabat profesi Ahli Pengadaan Indonesia.
  1. Menggunakan pengetahuan dan ketrampilan untuk meningkatkan kemampuan dan  profesionalisme sumber daya manusia;
  2. Bersikap jujur ​​dan adil serta tidak memihak dalam melayani pemberi tugas. kerabat kerja, klien dan masyarakat secara taat asas;
  3. Berjuang untuk meningkatkan kompetensi dan martabat profesi ahli pengadaan


Etika Dasar (1)
Ahli Pengadaan Indonesia menggunakan pengetahuan dan ketrampilan serta perilaku dalam pelaksanaan tugas dan pengambilan keputusan secara terbuka, transparan, efisien, efektif, tidak diskriminatip, persaingan sehat, akuntabel dan kredibel untuk kepentingan dan kesejahteraan publik.

Pedoman Praktek
  1. Mengakui bahwa kehidupan, keselamatan, dan kesejahteraan masyarakat tergantung pada penilaian profesional, keputusan dan implementasi;
  2. Patuh kepada peraturan perundangan terkait yang berlaku dalam bidang pengadaan barang dan jasa;
  3. Menyetujui bahwa hanya peraturan, analisis dan evaluasi serta pengambilan keputusan yang telah ditetapkan oleh pejabat otoritas yang berwenang merupakan dokumen legal dan standar prosedur baku pelaksanaan pengadaan;
  4. Memberi masukan kepada pemberi kerja dan mitra kerja atas konsekuensi yang mungkin terjadi;
  5. Memberitahu pihak berwenang apabila terjadi penyimpangan terhadap prinsip dan pelaksanaan pengadaan yang akan mengganggu keselamatan, dan kesejahteraan masyarakat;
  6. Bekerja secara transparan, akuntabel dan kredibel, konstruktif dan informatif untuk kesejahteraan masyarakat yang mencakup lindungan lingkungan dalam pembangunan yang berkelanjutan;
  7. Mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan yang merugikan institusi pemberi kerja.


Etika Dasar (2)
Ahli Pengadaan Indonesia melakukan kegiatan pengadaan barang dan jasa sesuai peraturan, kaidah, kompetensi dan kewenangan

Pedoman Praktek
  1. Melaksanakan dan terlibat dalam tugas pengadaan bila telah memiliki kualifikasi melalui pendidikan, pelatihan atau pengalaman di bidang analisis, kajian dan penerapan prosedur pengadaan barang dan jasa;
  2. Melaksanakan tugas pengadaan barang dan jasa hanya sebatas kompetensi yang dimiliki dan wewenang yang diberikan;
  3. Bertanggung jawab atas kewenangan yang diberikan secara legal dengan membubuhkan tanda tangan pada dokumen dan laporan hasil evaluasi serta kajian pengadaan barang dan jasa.


Etika Dasar (3)
Ahli Pengadaan Indonesia memberi pendapat dan mengeluarkan pernyataan publik secara obyektif, jujur, akuntabel dan kredibel

Pedoman Praktek
  1. Memberi pendapat, kesaksian ahli, analisis dan prosedur berdasarkan pengetahuan yang memadai tentang kondisi dan dasar kompetensi;
  2. Mengeluarkan pernyataan publik secara obyektif, jujur, akuntabel dan kredibel;
  3. Memberikan laporan profesional secara benar dengan menyertakan data dan informasi terkait yang relevan;
  4. Tidak menanggapi pernyataan, kritik dan argumentasi tentang masalah pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang patut diduga terinspirasi atau direkayasa oleh pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab. 



Etika Dasar (4)
Ahli Pengadaan Indonesia bekerja bagi pemberi kerja, kerabat kerja, klien dan masyarakat secara profesional, patuh dan taat asas serta menghindari konflik kepentingan

Pedoman Praktek
  1. Dalam melaksanakan tugas pelayanan, harus bekerja secara professional dan patuh serta taat asas;
  2. Hindari konflik kepentingan dengan pemberi kerja dan memberitahu pemberi kerja atas setiap kepentingannya, atau kondisi yang dapat mempengaruhi penilaian;
  3. Hindari dan menolak kompensasi dari pihak tertentu sebagai imbalan atas layanan pengadaan barang dan jasa;
  4. Hindari meminta atau menerima gratifikasi dari pihak tertentu;
  5. Hindari berpartisipasi sebagai anggota, penasehat atau karyawan dari pihak yang berhubungan dengan layanan pengadaan barang dan jasa;
  6. Hindari loyalitas ganda dan praktek duplikasi bisnis (insider trading);
  7. Memahami rencana kerja dan tujuan serta operasional institusi pemberi kerja;
  8. Hindari menggunakan informasi yang bersifat rahasia untuk keuntungan pribadi atau pihak tertentu yang merugikan pemberi kerja atau masyarakat;
  9. Hindari menerima pekerjaan profesional di luar pekerjaan rutin yang merugikan pemberi kerja;
  10. Hindari menggunakan fasilitas kerja atau  properti riil atau properti intelektual milik pemberi kerja untuk kegiatan lain tanpa persetujuan;
  11. Hindari konflik kepentingan dalam melaksanakan tugas pengadaan dan melaporkan setiap kondisi yang dapat mengakibatkan konflik kepentingan;
  12. Mendiskusikan dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa bersama rekan sekerja. 


Etika Dasar (5)
Ahli Pengadaan Indonesia membangun reputasi profesional berdasarkan prestasi dan bersaing secara adil dengan pihak lain.

Pedoman Praktek
  1. Hindari meminta atau menerima baik secara langsung atau tidak langsung apapun yang berkaitan dengan kontribusi politik dan gratifikasi;
  2. Penentuan negosiasi jasa layanan profesional dilakukan secara adil dan atas dasar kompetensi dan kualifikasi;
  3. Melakukan kerja sama dalam bentuk kemitraan atau outsourcing ahli pengadaan Indonsia harus dilaksanakan secara jujur;
  4. Mengusulkan atau menerima komisi jasa profesional berdasarkan kontingensi/ prosentasi dan hanya dapat dilakukan dalam keadaan dimana penilaian profesional tidak akan dikompromikan
  5. Penyediaan informasi data pribadi (curiculum vitae) dilakukan secara akurat sesuai data autentik tentang kualifikasi akademik dan profesional serta pengalaman;
  6. Memberikan penghargaan yang layak kepda ahli pengadaan yang berkontribusi dan berprestasi dalam memajukan fungsi pengadaan;
  7. Mengakui kepentingan kepemilikan dan karya orang lain;
  8. Mempublikasikan dan mengiklankan layanan profesional pengadaan, dilaksanakan secara akurat, benar dan tidak menyesatkan serta sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
  9. Hindari kesalahan langsung atau tidak langsung yang mencederai reputasi professional pengadaan;
  10. Hindari berpandangan negatip terhadap profesi dan hasil kerja orang lain;
  11. Menolak untuk menggantikan ahli pengadaan yang sedang bertugas, karena diragukan bermasalah berdasarkan informasi yang beredar yang belum jelas kebenarannya.


Etika Dasar (6)
Ahli Pengadaan Indonesia menegakkan dan meningkatkan kehormatan, integritas, dan martabat profesi ahli pengadaan Indonesia, tanpa memberi toleransi kepada korupsi, kolusi dan nepotisme.

Pedoman Praktek
  1. Menegakkan kehormatan, integritas dan martabat profesi ahli pengadaan;
  2. Menghindari terlibat dalam praktik bisnis yang bersifat penipuan;
  3. Melakukan kontrol pengeluaran uang secara jujur dan tidak memihak;
  4. Menghindari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme;
  5. Menghindari segala bentuk praktek suap.


Etika Dasar (7)
Ahli Pengadaan Indonesia melanjutkan pengembangan profesional sepanjang karier dan memelihara keahlian khusus.

Pedoman Praktek
  1. Aktif dalam praktek profesional, berpartisipasi dalam kursus dan pendidikan berkelanjutan, membaca literatur teknis, dan menghadiri pertemuan profesional dan seminar;
  2. Mendorong staff dan mitra kerja untuk memiliki lisensi, bersertifikat dan terdaftar sebagai ahli pengadaan Indonesia;
  3. Menghadiri dan mempresentasikan makalah pada pertemuan masyarakat profesional;
  4. Menjalin hubungan ahli pengadaan dengan mitra kerja mengenai  ketenagakerjaan, sistem penggajian dan tunjangan;
  5. Memutahirkan pengetahuan tentang perkembangan dunia bisnis.



Etika Dasar (8)
Ahli Pengadaan Indonesia mengembangkan diri dalam profesional bidang keilmuan lainnya.

Pedoman Praktek
  1. Mengembangkan keahlian di bidang lain dengan cara terlibat dalam praktek profesional, berpartisipasi dalam kursus, pendidikan berkelanjutan, seminar, memahami literatur teknis, dan menghadiri pertemuan profesional;
  2. Menjalin kerja sama dengan ahli di bidang  profesi lain;
  3. Mengembangkan pengetahuan pribadi.


Sumber : IAPI (Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia)









read more

Jumat, 21 September 2012

WHISTLEBLOWER SYSTEM


JAKARTA-Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dorong aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi melalui peluncuran Whistleblower System Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang ditandai dengan mulai beroperasinya website resmi Whistleblower System Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah www.wbs.lkpp.go.id.
Pengembangan Whistleblower System Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dilakukan sesuai dengan amanat yang terdapat pada Instruksi Presiden Nomor  17 Tahun 2011 terkait Pencegahan dan  Pemberantasan Korupsi.
"Whistleblower System merupakan sarana baru yang dapat dimanfaatkan oleh whistleblower untuk mengadukan penyimpangan yang terjadi dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah, termasuk dugaan KKN", ujar Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP, Djamaludin Abubakar.
Terlebih berdasarkan hasil survei Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index/CPI) yang dikeluarkanTransparency International pada tahun 2011 menempatkan Indonesia dengan skor 3,0 atau naik 0,2 dibanding tahun 2010. Pencapaian tersebut belumlah signifikan karena Indonesia sebelumnya menargetkan skor 5,0 dalam CPI 2014 mendatang.
Jumlah surat pengaduan yang masuk ke LKPP pun cukup signifikan. Pada triwulan I tahun 2011 jumlah surat pengaduan yang masuk ke LKPP sebanyak 57 surat, jumlah ini meningkat pada triwulan II, III dan IV masing-masing sebesar 153, 177 dan 197 surat pengaduan sehingga total surat pengaduan tahun 2011 sebanyak 584 surat.  
Whistleblower sendiri merupakan orang dalam Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lain yang memiliki informasi/akses informasi dan mengadukan perbuatan yang terindikasi penyimpangan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang terjadi di dalam organisasi pengadaan tempat dimana orang tersebut bekerja.
Whistleblower akan mendapatkan hak perlindungan berupa identitas yang dirahasiakan serta perlindungan atas hak-hak saksi dan pelapor sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Penghargaan diberikan kepada Whistleblower sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Untuk melakukan pengaduan, whistleblower dapat menyampaikan informasi secara elektronik terkait penyimpangan dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah, dengan memberikan kronologis dan melampirkan bukti yang dapat mendukung adanya penyimpangan, seperti data, dokumen kontrak, gambar dan/atau rekaman.
Pengaduan yang disampaikan whistleblower adalah pengadaan yang menggunakan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa pemerintah dan memenuhi kriteria, yakni berdampak luas, mendapatkan perhatian masyarakat dan/atau pengadaan di atas Rp. 10.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah). Pengaduan whistleblower akan ditindaklanjuti oleh LKPP, untuk kemudian diteruskan ke APIP K/L/D/I dan/atau instansi penegak hukum.
Djamaludin menambahkan, "Tujuan pengembangan whistleblower system adalah adalah untuk memperbaiki sistem pengawasan dan pencegahan penyimpangan administrasi, kerugian perdata dan tindak pidana korupsi serta persaingan usaha tidak sehat serta sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah".
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan dukungan dari seluruh stakeholder pengadaan barang/jasa pemerintah. Oleh karena itu sampai dengan saat ini, LKPP telah melakukan sosialisasi ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Manado, Palu dan Medan.
Pada peluncuran Whistleblower System Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tahap awal, whistleblower system masih terpusat di LKPP. Ke depan, whistleblower system diharapkan dapat terpasang di setiap Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota.

Adapun tata cara pengelolaan pengaduan orang dalam (Whistleblower) pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah diatur dalam Peraturan Kepala LKPP No. 7 Tahun 2012 yang bisa diunduh di sini.  Sedangkan untuk Prosedur Operasional Standarnya bisa didownload di sini.
Sumber : www.lkpp.go.id
read more

Kamis, 20 September 2012

Jenjang Karir PNS dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah


Saat ini masih banyak PNS yang alergi apabila dirinya ditunjuk sebagai panitia/pejabat pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJ), say no to procurement mereka bilang.  Alasan utamanya selain potensi kasus hukum yang mungkin ditimbulkan adalah penghargaan yang masih jauh dari harapan, sampai-sampai ada yang bilang jadi panitia/pejabat pengadaan bisa menimbulkan penyakit liver (baca : sakit hati). Hwalah…lebay.com

Sudah menjadi rahasia umum betapa besarnya anggaran pengadaan dalam APBN/APBD, entah berupa pengadaan jasa konstruksi/jasa lainnya, jasa konsultansi, dan pengadaaan barang.  Secara statistik sendiri tingkat korupsi dari sektor Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah masih terbilang sangat tinggi, tercatat dari banyaknya kasus yang ditangani oleh KPK (70 % kasus korupsi berasal dari pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dari data tahun 2010).  Inilah mengapa kemudian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menjadi sorotan utama masyarakat dan juga aparat penegak hukum (Kejaksaan dan Kepolisian), dan memang harus demikian sesuai dengan asas dasar PBJ yakni transparan.

Nah, berita bagus dan hangat (nyosss!) bagi rekan-rekan PNS yang berkecimpung dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah adanya Jabatan Fungsional (Jabfung) Pengelola PBJ.  Apa itu Jabfung Pengelola PBJ?


Kita mengenal adanya Jabatan Struktural dan Jabatan Fungsional dalam jenjang karir PNS.  Jabatan struktural berjenjang mulai dari pejabat eselon IV (kasubid/kasubag dinas, kasubid/kasubag Badan, Lurah, dll), pejabat eselon III (Kabid, Kabag, Camat, dll), pejabat eselon II (asisten sekda, sekda, kepala dinas dll), sampai pejabat eselon I (Dirjen dll).  Nah, untuk Jabatan Fungsional khususnya Jabfung Pengelola PBJ berupa Jabfung Umum dan Jabfung Tertentu.  Jenjang karir Jabfung Umum di sini tidak mempunyai jenjang dan non eselon dimana kenaikan pangkat berdasarkan pendidikan/diklat (tingkat dasar, menengah, dan lanjut).  Sedangkan Jabfung Tertentu di sini non eselon tapi memiliki jenjang secara hirarki dimulai dari Ahli Pertama, Ahli Muda, Ahli Madya, dan Ahli Utama.  Dan pengembangan karir PNS dalam PBJ bisa berlaku zig-zag, artinya sewaktu-waktu boleh bergeser dari jabatan fungsional ke jabatan struktural atau sebaliknya tergantung preferensi dari yang bersangkutan.


Lalu sudah sejauh manakah proses pembentukan Jabfung Pengelola PBJ saat ini?  Berdasarkan keterangan dari LKPP saat ini sedang dalam proses finalisasi rancangan Permen PAN-RB tentang pembentukan jabfung pengelola PBJ, tak kalah penting Perpres tentang Tunjangan Fungsional Jabfung Pengelola PBJ juga sedang disusun (denger-denger besarannya ga kalah sama sertifikasi guru..wow…keren), selain itu yang patut ditunggu adalah Surat Keputusan Bersama (SKB) BKN dan LKPP tentang Jabfung Pengelola PBJ dan Perka-Perka LKPP tentang Pelaksanaan Jabfung Pengelola PBJ.  So, tertarik menjadi Jabfung Pengelola PBJ?
read more

Rabu, 19 September 2012

Aturan Baru Pengadaan Barang Jasa Pemerintah Indonesia

Setelah diterbitkannya Perpres No. 54 Tahun 2010, kini revisi keduanya telah diluncurkan dan efektif berlaku sejak tanggal diundangkan yakni 1 Agustus 2012.  Faktanya dengan berlakunya Perpres No. 70 Tahun 2012 ini menyisakan tanda tanya besar terkait implementasinya di Lapangan oleh sebagian besar pelaku Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.  Tidak hanya karena sosialisasinya yang masih kurang namun juga dari sisi Sistem Layanan Pengadaan Barang Jasa secara Elektronik (SPSE) memang boleh dikatakan belum support terhadap peraturan baru ini, sehingga lelang mau tidak mau harus dilakukan secara manual.  Padahal berdasarkan Perpres No. 70 Tahun 2012 sendiri untuk lelang pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dan pengadaan barang bernilai di atas 200 juta rupiah harus dilaksanakan secara elektronik, di sisi lain proses pengadaan Barang Jasa Pemerintah harus tetap berjalan sebab APBN/APBD perubahan sudah/segera digedok dan harus selesai pada tahun anggaran.  Hayo, ikutan pusing kan?

Terlepas ideal ataupun belum, kita patut mengapresiasi hadirnya Perpres No. 70 Tahun 2012 karena memang terlahir untuk menjawab kebutuhan mendasar dalam pengadaan barang jasa (PBJ) pemerintah seperti rendahnya penyerapan anggaran dalam APBN/APBD, memperjelas multitafsir dalam PBJ, dan memperjelas arah kebijakan reformasi dalam PBJ.  Penting bagi kita semua untuk mengetahui lebih jauh aturan main dalam PBJ agar tidak  salah mengambil kebijakan, khususnya bagi mereka menjadi panitia/pejabat pengadaan, sebagai bagian dari mitigasi resiko dalam PBJ.  Bagi rekan-rekan yang berkenan bisa mendownload Perpres No. 70 Tahun 2012 di sini.  Dan untuk lebih afdolnya silahkan disruput Petunjuk Teknis Perpresnya (Perka LKPP No. 6 Tahun 2012) di sini

Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini Standard Bidding Document (SBD) yang mengacu Perpres No. 70 tahun 2012 segera dirilis oleh LKPP sebagai representasi dari Pemerintah Pusat dalam Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Semoga. 
read more